Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dinilai rawan digunakan untuk biaya kampanye calon kepala daerah petahana atau incumbent ataupun calon nonpetahana menghadapi pemilihan kepala daerah.
Petahana atau calon yang masih menjabat cenderung memanfaatkan pos-pos
belanja APBD, terutama belanja hibah dan belanja bantuan sosial, untuk
kampanye mereka.
Hal tersebut diutarakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesia
Budget Center (IBC) dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (20/5/2012).
"Politisasi APBD rentan digunakan sebagai sumber daya politik. Jika kita melihat perspektif incumbent,
memang tidak hanya sebagai kepala daerah, tetapi dia duduk sebagai
wakil rakyat, dia menguasai, punya kekuasaan mengelola dana publik,"
kata peneliti IBC, Roy Salam.
Fenomena tersebut juga terjadi di DKI Jakarta. Berdasarkan catatan
IBC, kata Roy, terjadi kecenderungan peningkatan alokasi APBD DKI
Jakarta untuk belanja hibah dalam dua tahun terakhir.
Peningkatan tersebut, katanya, mencapai 215 persen. Pada 2010, dana
APBD yang dianggarkan untuk hibah sebesar Rp 434 miliar, kemudian naik
menjadi Rp 883 miliar tahun berikutnya, dan menjadi Rp 1,367 triliun
pada 2012.
"Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah memang dana hibah untuk
kepentingan menjawab kebutuhan ormas atau terkait dengan mobilisasi
pemenangan calon tertentu, ini perlu ditelusuri lebih lanjut," ujar
Roy.
Direktur IBC Arif Nur Alam menambahkan, potensi politisasi APBD tidak
hanya cenderung dilakukan calon petahana. Hal tersebut juga mungkin
dilakoni calon bukan petahana, seperti calon independen.
Politisasi APBD oleh calon nonpetahana, katanya, cenderung dilakukan melalui orang-orang yang masuk dalam tim sukses si calon.
"Pengadaan barang dan jasa di Jakarta meningkat signifikan akhir-akhir
ini. Pengadaan barang dan jasa yang besar di jakarta itu bisa digunakan
semua calon, termasuk calon perorangan," ungkapnya.
Bisa saja, kata Arif, pemenang proyek pengadaan di DKI Jakarta tersebut
adalah perusahaan yang menjadi penyumbang dana bagi calon kepala
daerah.
Atas fenomena penyimpangan ini, IBC meminta panitia pengawas pilkada
untuk melakukan upaya yang progresif, inovatif, dan tidak hanya
melakukan pendekatan prosedural dalam mengawasi pelaksanaan pilkada.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mengawasi proses
pemilihan kepala daerah yang berpotensi korupsi dan indikasi tindak
pidana pencucian uang tersebut.
sumber
No comments:
Post a Comment